Sunyi dan sendiri aku menatap diri
Saat detik-detik berdiri menyeruak tanah-tanah ini yang kering, mereka masih...tertancap dengan tegak seperti patung
yang hidup dalam keramaian
Lalu terbuat dari apakah kenangan itu?
Seperti daun-daun yang menguning tersungkur
dari pepohonan dan tertiup waktu menuju masa y
ang nanti hilang di antara bulir-bulir debu
Kerana hidupa aku hanya adalah terdiri sunyi
Aku reguk sunyi dari guguran gerimis
yang menggugurkan rindu dari biasan di mata
kesedihan-kesedihanku bergegas,
berarak seperti awan
yang menyapu luka dari landasan jantung
maka,
jika angin bercerita tentang nafasku yang terbang
meninggalkan rumah yang tiada rintih itu
ingatlah gerimis yang selalu mempertajam sepi
di situ airmata sudah memanjang menjadi sungai sepi
menghanyutkan kekesalan ke luka yang entah bila akan sembuh
Gambar dan warna-warna menyala di kepalaku
aku di kejar peradaban manusia
dari kisah-kisah percintaan Rumi dan Juli... Laila dan Majnun
menjadi jaguhan hati dan terus terbang ke langit
atau apa-apa yang menenang hati
Kisah itu menjadikan aku sebagai manusia ‘sakit’
dan mimpi menang kuis satu khayalan.
Ada darah di mata.
Belati dan paha-paha menganga siap di terkam.
Ada letusan api di telinga, mengerang dan jeritan
di kaca ilusi ada wilayah luka yang paling terbuka
ini menyulapku menjadi patung,
Sehingga ini.
Saat detik-detik berdiri menyeruak tanah-tanah ini yang kering, mereka masih...tertancap dengan tegak seperti patung
yang hidup dalam keramaian
Lalu terbuat dari apakah kenangan itu?
Seperti daun-daun yang menguning tersungkur
dari pepohonan dan tertiup waktu menuju masa y
ang nanti hilang di antara bulir-bulir debu
Kerana hidupa aku hanya adalah terdiri sunyi
Aku reguk sunyi dari guguran gerimis
yang menggugurkan rindu dari biasan di mata
kesedihan-kesedihanku bergegas,
berarak seperti awan
yang menyapu luka dari landasan jantung
maka,
jika angin bercerita tentang nafasku yang terbang
meninggalkan rumah yang tiada rintih itu
ingatlah gerimis yang selalu mempertajam sepi
di situ airmata sudah memanjang menjadi sungai sepi
menghanyutkan kekesalan ke luka yang entah bila akan sembuh
Gambar dan warna-warna menyala di kepalaku
aku di kejar peradaban manusia
dari kisah-kisah percintaan Rumi dan Juli... Laila dan Majnun
menjadi jaguhan hati dan terus terbang ke langit
atau apa-apa yang menenang hati
Kisah itu menjadikan aku sebagai manusia ‘sakit’
dan mimpi menang kuis satu khayalan.
Ada darah di mata.
Belati dan paha-paha menganga siap di terkam.
Ada letusan api di telinga, mengerang dan jeritan
di kaca ilusi ada wilayah luka yang paling terbuka
ini menyulapku menjadi patung,
Sehingga ini.